Mengenal 7 Ragam Upacara Adat Aceh

Mas Bellboy
07 Mar 2024 - 4 min read

Aceh adalah sebuah daerah istimewa di Indonesia yang sangat menarik untuk dikunjungi. Kota ini dijuluki dengan sebutan Serambi Mekkah. Bahkan, mendengar nama kota ini disebut pun, semua orang pasti akan teringat bahwa kota ini sangat identik dengan agama Islam. Aceh menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memberlakukan hukum syariah di Indonesia.

Ada beragam kebudayaan yang dapat kita temukan di Aceh, termasuk juga upacara adat Aceh. Budaya Aceh memang terkenal sangat kuat dan berkaitan erat dengan agama, khususnya agama Islam.

Upacara Adat Aceh

1. Upacara Meuleumak

Untuk menunjukkan rasa syukur, warga Aceh, terutama di daerah Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya, seringkali melaksanakan upacara Meuleumak. Upacara ini dilakukan dengan cara memasak bersama-sama dalam porsi besar dan dilakukan ketika ada momen penting. Salah satunya adalah untuk menyambut Hari Raya, baik itu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.

Biasanya, mereka memasak nasi lemak, kemudian membungkusnya satu per satu secara gotong royong. Para pemuda berkumpul di suatu tempat yang luas dan bersama-sama membungkus nasi lemak kemudian mereka bagikan ke rumah-rumah tetangga.

Setelah menerima bungkusan nasi lemak dari pemuda-pemuda setempat, masing-masing keluarga akan memakannya bersama-sama dengan di rumah masing-masing. Kebersamaan ketika memasak, membungkus, membagikan dan menyantapnya tentu membuat upacara Meuleumak ini penuh dengan kehangatan, dan tentu dapat merekatkan silaturahmi antar keluarga dan para tetangga.

2. Upacara Kendari Laut / Khanduri Laot

Foto: AJNN.Net/Rahmat Fajri

Kendari Laut berarti turun ke laut. Upacara Kendari Laut sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dan masih rutin dilakukan oleh para nelayan selama setahun sekali sampai sekarang.

Para nelayan melakukan upacara ini sebagai tanda syukur atas hasil tangkapan mereka. Beberapa masyarakat bahkan melakukannya selama tiga bulan sekali, atau ada juga daerah yang hanya menggelarnya sekali dalam dua tahun.

Kendari Laut dulu dan sekarang sudah banyak diperbaharui. Dahulu, para nelayan melemparkan kepala kerbau ke dalam laut sebagai bentuk persembahan. Kerbaunya pun cukup spesifik, yaitu harus kerbau berbulu hitam.

Seiring dengan waktu, Aceh yang sangat lekat dengan agama Islam kemudian memodifikasi upacara Kendari Laut agar lebih sesuai syariat, karena para ulama di Aceh sepakat bahwa terdapat kesyirikan dalam perbuatan melempar kepala kerbau tersebut.

Sekarang, Kendari Laut dilaksanakan oleh para nelayan dengan cara berkumpul dan makan masakan yang telah dimasak bersama-sama. Kemudian, acara berlanjut dengan doa bersama, bahkan dengan mengundang anak-anak dari panti asuhan agar ikut menikmati santapan lezat.

Selama Kendari Laut berlangsung, para nelayan dilarang untuk melaut selama tiga hari. Jika ada yang melanggar, mereka akan dikenai sanksi adat.

3. Upacara Uroe Tulak Bala

Sebagian warga di pantai barat selatan di Aceh memiliki tradisi yang telah turun temurun dari nenek moyang mereka, yaitu Upacara Uroe Tulak Bala. Upacara ini dikenal juga sebagai Hari Tolak Musibah. Masyarakat biasa melaksanakan Upacara Uroe Tulak Bala di hari rabu terakhir pada bulan Safar, salah satu bulan dalam hitungan bulan hijriyah.

Menurut kepercayaan mereka, bulan Safar merupakan bulan turunnya musibah, sehingga mereka melakukan upacara tolak musibah ini di bulan Safar. Alasan mengapa mereka menganggap bahwa bulan Safar itu rentan musibah adalah karena cuacanya yang panas, sehingga penyakit-penyakit mudah berdatangan.

Mereka mempercayai bahwa tradisi upacara ini dapat menghindarkan mereka dari musibah. Biasanya, mereka melakukan pembacaan doa di area pantai. Bahkan, jika tiba hari Uroe Tulak Bala, anak-anak akan libur sekolah dan ikut serta berdoa bersama keluarganya.

4. Upacara Khanduri Blang

Selanjutnya adalah Upacara Khanduri Blang, upacara yang masih dilakukan oleh para petani di Aceh sampai sekarang. Upacara Khanduri Blang bertujuan untuk memohon hasil panen yang baik kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Rangkaian Upacara Khanduri Blang di Aceh dimulai dengan berkumpul di area sawah sambil membawa peralatan masak sekaligus membawa seekor ayam yang akan disembelih di sawah. Setelah menyembelih ayam, mereka akan memasak kemudian memakannya bersama-sama. Sebagai penutup upacara, masyarakat pun akan berdoa bersama-sama.

Sebetulnya rangkaian Upacara Khanduri Blang masih cukup panjang, berlanjut hingga padi mulai mengeluarkan buahnya, lalu ketika siap panen, sampai akhirnya panen. Masing-masing tahap memiliki ritualnya sendiri, namun tidak semua petani melakukannya karena berubahnya tradisi seiring dengan waktu.

5. Upacara Meugang

Shutterstock.com

Upacara Meugang mungkin akan terdengar mirip dengan ibadah kurban yang dilakukan setiap Idul Adha, namun masyarakat Aceh melakukannya sebanyak tiga kali dalam satu tahun, yaitu ketika bulan Ramadhan, satu atau dua hari menjelang Idul Fitri, dan ketika Idul Adha.

Pada saat Upacara Meugang, masyarakat melakukan penyembelihan hewan-hewan kurban seperti kambing atau sapi untuk dimasak dan dimakan bersama-sama. Mereka juga membagikannya pada tetangga, kerabat, atau mengirimkannya ke panti asuhan agar bisa dinikmati oleh anak-anak yatim piatu.

Kebiasaan ini merupakan kebiasaan lama yang konon diturunkan oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu, Sultan Iskandar Putra membagikan daging-daging kepada masyarakat untuk dimasak dan disantap sebagai ungkapan rasa syukur atas kemakmuran rakyat Aceh.

6. Upacara Reuhab

Upacara Reuhab adalah upacara adat Aceh yang berkaitan dengan kematian, bagian dari tradisi Aceh yang telah lama dilakukan oleh masyarakat Aceh. Tradisi ini sangat lekat dengan masyarakat Alue Tuho yang tinggal di daerah Nagan Raya.

Dalam upacara Reuhab, keluarga yang ditinggalkan menyediakan sebuah kamar sakral di rumah yang berisi barang-barang peninggalan mendiang, termasuk baju yang terakhir dipakai, serta barang-barang lain seperti alat ibadah, harta peninggalan, atau peralatan tidur.

Tradisi Reuhab atau kamar sakral ini akan bertahan selama 40 hari. Keluarga juga biasanya memanggil tokoh agama untuk membacakan doa-doa. Tujuan dari Upacara Reuhab ini adalah untuk penghormatan bagi orang yang meninggal. Jika ada yang tidak menjalankannya, masyarakat setempat akan menganggapnya sebagai penghinaan bagi mendiang.

7. Upacara Peusijuek

Shutterstock.com

Secara umum, masyarakat Aceh melaksanakan Upacara Peusijuek untuk mensyukuri suatu pencapaian, perayaan, atau kesuksesan. Upacara Peusijuek masih sangat mudah ditemukan di tengah-tengah masyarakat Aceh, baik itu masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pencapaiannya pun bisa hanya pencapaian kecil, seperti membeli rumah atau kendaraan baru, atau pencapaian besar seperti pernikahan.

Saat ini, Upacara Peusijuek lebih sering ditemukan dalam proses pernikahan. Seorang tokoh agama atau tokoh adat akan memimpin Upacara Peusijuek kemudian membacakan doa-doa untuk memohon keselamatan dan keberkahan dari pernikahan. Upacara ini sangat erat kaitannya dengan agama Islam.

Itulah beberapa upacara adat Aceh yang membuat wisatawan semakin tertarik untuk mengunjungi dan menontonnya secara langsung. Jika kamu ada kesempatan, tidak ada salahnya untuk memilih Aceh sebagai destinasi liburan untuk menyaksikan upacara adat Aceh yang bisa dilihat oleh publik. Jangan lupa, sebelum pergi ke Aceh, booking semua keperluan traveling-mu melalui Traveloka!

Nikmati diskon spesial mulai dari diskon dan cashback yang ada di Traveloka. Kamu bisa jadi lebih hemat selama berlibur

Place to Stay

Lihat Harga

Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan