Tahukah kamu, Banten punya tempat seru yang bisa dikunjungi? Desa Kanekes bisa kamu kunjungi untuk mengenal suku Baduy lebih dekat. Di sana, kamu bisa jalan-jalan, belajar tentang sejarah, rumah adat, dan makanan khas. Agar kamu lebih mengenal suku Baduy, di bawah ini akan dijelaskan semuanya termasuk informasi cara ke Baduy naik transportasi umum.
Tahukah kamu, kalau sebutan "Baduy" diberikan oleh peneliti Belanda yang mengamati kehidupan warga desa Kanekes? Peneliti Belanda menyamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang sering berpindah-pindah atau nomaden.
Kanekes adalah nama asli suku yang tinggal di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, yang selama ini masyarakat kenal dengan Baduy.
Suku Baduy (Kanekes) terkenal dengan kehidupan mempertahankan budaya asli dan menolak pengaruh dari luar. Suku ini terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Baduy Dalam lebih ketat dalam menjalankan adat dan menghindari teknologi modern, sedangkan Baduy Luar sudah lebih terbuka terhadap dunia luar tapi tetap memegang teguh tradisi leluhur. Nah, area baduy Luar ini yang sering dikunjungi oleh wisatawan
Lebih lanjut soal asal usul suku Baduy akan dijelaskan di bagian ini. Sebenarnya, masih simpang siur tentang asal-usul suku Kanekes.
Namun, kisah yang paling terkenal orang Baduy merupakan keturunan Kerajaan Pajajaran yang mengasingkan diri ke wilayah Pegunungan Kendeng di Banten Tengah pada abad ke-12.
Berdasarkan sejarah yang ditulis dalam buku Potret Kehidupan Masyarakat Baduy (1987), diceritakan tentang sekelompok orang dari Kerajaan Pajajaran mengasingkan diri ke wilayah yang kini dihuni oleh masyarakat Baduy.
Menurut Djoewisno, penulis buku tersebut, pengasingan ini bermula ketika Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati dalam misinya menyebarkan agama Islam.
Dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun, sekelompok orang memilih untuk melarikan diri ke selatan Pulau Jawa (Banten), meninggalkan istana kerajaan mereka yang disebut Megah. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa hari, mereka akhirnya tiba di hulu Sungai Ciujung, yang terletak di jantung Pegunungan Kendeng.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Baduy adalah sebutan yang diberikan oleh peneliti Belanda. Orang suku Baduy lebih senang disebut sebagai “urang Kanekes” atau orang Kanekes.
Rumah adat Suku Baduy (Kanekes) terbuat dari bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan atap daun kirai. Rumah-rumah ini dibangun tanpa menggunakan paku, hanya diikat dengan tali ijuk dan pasak kayu.
Orang Kanekes sangat menghargai alam, sehingga pembangunan rumah dibuat tanpa merusak lingkungan. Kayu dan bambu diambil secukupnya, dan mereka tidak menebang pohon sembarangan.
Bahkan, posisi rumah juga diatur. Rumah adat harus dibangun menghadap utara atau selatan. Selain itu, posisi rumah disesuaikan dengan kontur tanah agar tidak perlu meratakan lahan secara berlebihan.
Bentuk rumahnya berupa panggung yang kolongnya berfungsi sebagai ventilasi alami sekaligus tempat penyimpanan. Rumah-rumah di pemukiman Baduy Dalam biasanya lebih sederhana daripada Baduy Luar yang terkadang sudah menggunakan material yang lebih modern.
Kalau kamu ke sini, akan melihat rumah adat unik yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara yang kaya dengan kebudayaan.
Suku Baduy (Kanekes) menganut Sunda Wiwitan, kepercayaan asli masyarakat Sunda sebelum masuknya agama-agama besar seperti Islam dan Hindu-Buddha. Sunda Wiwitan berpusat pada penghormatan terhadap alam, leluhur, dan kekuatan gaib yang mengatur kehidupan.
Kepercayaan Sunda Wiwitan didasari pada ajaran leluhur, bersifat animisme dan dinamisme. Keyakinan ini memiliki unsur-unsur yang sangat mereka hargai dan yakini, yaitu:
Pemujaan kepada Sang Hyang Keresa: kekuatan tertinggi dan pencipta alam.
Kepercayaan terhadap roh leluhur: masih memiliki pengaruh terhadap kehidupan manusia.
Penghormatan terhadap alam: mereka meyakini menjaga keseimbangan alam adalah bagian dari kewajiban spiritual.
Berbagai ritual dengan kepercayaan animisme dan dinamisme telah diwarisi turun-temurun. Mereka sangat menghormati alam dan percaya bahwa keseimbangan hidup harus dijaga agar tidak mendatangkan malapetaka.
Upacara adat seperti Kawalu dan Ngalaksa menjadi bagian penting dalam kehidupan spiritual orang Kanekes, di mana masyarakat aduy berdoa dan memberikan persembahan kepada leluhur serta roh penjaga alam.
Meski terkesan sederhana, pakaian adat suku Baduy (Kanekes) mencerminkan identitas dan filosofi hidup mereka.
Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih tanpa kancing yang mencerminkan kesucian dan ketaatan terhadap adat.
Sementara itu, Baduy Luar memakai pakaian berwarna hitam atau biru gelap yang menandakan keterbukaan terhadap dunia luar. Pakaian mereka biasanya dibuat sendiri dengan bahan tenunan tangan tanpa motif atau corak mencolok.
Kalau kamu berkunjung Desa Kanekes, akan melihat makanan khas yang sederhana tapi kaya akan nilai tradisional. Mereka juga sangat mandiri secara pangan karena semuanya diolah dari ladang yang ditanam sendiri.
Makanan utama mereka adalah nasi dari padi huma yang tentu saja ditanam sendiri. Beberapa makanan khas lainnya adalah pepes ikan (pais lauk), ketan bakar bambu (leumeung),dan sayur daun singkong. Mereka menghindari konsumsi makanan olahan dan sangat menjaga pola makan.
Selain makanan pokok, masyarakat Baduy juga mengkonsumsi berbagai jenis umbi-umbian dari kebun sendiri, seperti gadung, ubi kayu, dan talas. Semua ini adalah sumber karbohidrat tambahan yang berguna bagi daya tahan tubuh mereka dalam menjalani aktivitas fisik berat, seperti berjalan kaki jauh.
Minuman khas yang sering dikonsumsi orang Kanekes adalah air rebusan daun tertentu yang dipercaya membuat tubuh lebih sehat.
Selain itu, mereka juga menghindari penggunaan bahan pengawet dan pemanis buatan dalam makanan, sehingga semua yang mereka konsumsi tetap alami dan sehat. Filosofi kesederhanaan dan kedekatan dengan alam tercermin dalam cara mereka mengolah makanan sehari-hari.
Suku Baduy (Kanekes) memiliki nilai kearifan lokal dan filosofi hidup yang mendalam. Salah satu tradisi unik mereka adalah larangan menggunakan teknologi modern seperti kendaraan bermotor, listrik, dan alat elektronik.
Mereka juga memiliki tradisi berjalan kaki jauh ke berbagai tempat sebagai bentuk penghormatan terhadap alam. Ritual tahunan seperti Seba Baduy menjadi momen penting di mana masyarakat Baduy berjalan kaki ke kota untuk menyerahkan hasil bumi sebagai bentuk penghormatan kepada pemerintah setempat.
Selain Seba Baduy, mereka juga memiliki tradisi Kawalu, yaitu masyarakat Baduy Dalam menutup diri dari kunjungan orang luar selama tiga bulan untuk beribadah dan bermeditasi.
Selama periode ini, pengunjung dilarang masuk ke kawasan Baduy Dalam, dan hanya diperbolehkan mengunjungi Baduy Luar. Tradisi ini mencerminkan penghormatan terhadap leluhur dan menjadi salah satu cara mereka menjaga kesucian adat istiadat mereka.
Untuk kamu yang ingin mengunjungi dan mengenal lebih dekat orang Kanekes, terdapat beberapa rute yang bisa ditempuh menggunakan transportasi umum, berikut penjelasannya.
Kamu bisa naik kereta commuterline (KRL) Naik dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Rangkasbitun dengan ongkos Rp8 ribu per penumpang. Perjalanan ini menempuh jarak sekitar 72,5 kilometer.
Sesampainya di Stasiun Rangkasbitung, kamu bisa naik angkot menuju Terminal Aweh dengan ongkos sekitar Rp5 ribu per penumpang.
Perjalanan dengan angkot ini biasanya memakan waktu sekitar 15 menit dengan jarak 3 kilometer. Waktu tempuhnya juga tergantung pada kondisi lalu lintas.
Setibanya di Terminal Aweh, kamu bisa lanjut ke Ciboleger, yaitu pintu masuk wilayah Baduy (Kanekes) dengan jarak 40 kilometer
Perjalanan ini biasanya ditempuh pakai Elf, dengan waktu tempuh sekitar 2 hingga 2,5 jam, tergantung pada kondisi jalan. Tarifnya sekitar Rp30-40 ribu per penumpang. Namun, harga bisa bervariasi karena ada negosiasi dengan pengemudi.
Hal yang perlu kamu catat adalah angkutan terakhir dari Terminal Aweh menuju Ciboleger biasanya berangkat sekitar pukul 14.30. Oleh karena itu, sebaiknya kamu tiba di Terminal Aweh sebelum waktu tersebut agar tidak ketinggalan.
Sesampainya di Ciboleger, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki untuk memasuki pemukiman orang Kanekes. Rute perjalanan ini bisa ditempuh dengan waktu sekitar 3-4 jam, tergantung kondisi jalan dan cuaca.
Agar perjalanan lancar, kamu bisa memakai sepatu atau sandal dan pakaian yang nyaman karena medan perjalanan berupa jalan setapak berbatu dan menanjak.
Siapkan juga bekal yang cukup dan menghormati aturan yang berlaku di wilayah Baduy (Kanekes), seperti tidak mengambil gambar tanpa izin, tidak membuang sampah sembarangan, dan mengikuti panduan dari pemandu lokal.
Kalau kamu mengikuti peraturan yang sudah dibuat oleh warga setempat, perjalanan ke Baduy tidak hanya memberikan pengalaman wisata budaya, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap budaya lokal dan keberlanjutan lingkungan.