Indonesia merupakan negara dengan beragam kebudayaan. Kekayaan budaya tersebut dapat dilihat di Jawa Tengah, sebuah provinsi di pulau Jawa dengan ibukota Semarang. Selain makanan khas, tarian, dan lagu-lagu daerah, Jawa Tengah juga terkenal masih mengadakan upacara adat.
Setiap upacara adat memiliki makna tersendiri. Begitu juga dengan upacara-upacara adat di Jawa Tengah yang masih dilakukan masyarakatnya hingga kini. Simak beberapa upacara adat Jawa Tengah yang masih sering ditemukan, baik di kota kecil maupun di kota besar di Jawa Tengah:
Shutterstock.com
Ada sebuah upacara yang dipercaya masyarakat Jawa Tengah dapat menangkal dan membuang kesialan. Upacara tersebut dikenal dengan Upacara Ruwatan, bahasa Jawa dari “dibebaskan” atau “dilepaskan”. Masyarakat percaya bahwa Upacara Ruwatan ini dapat melepaskan seseorang dari hukuman, atau bahkan kutukan, yang akan merugikan dirinya dan mendekatkannya pada bahaya.
Asal-usul Ruwatan adalah dari kisah pewayangan, dimana Batarakala lahir dari hubungan Batara Guru dan Selir. Batarakala kemudian tumbuh menjadi orang yang jahat akibat Batara Guru yang tidak bisa menahan nafsunya. Batarakala yang jahat meminta agar ia bisa memakan manusia kepada Batara Guru, dan Batara Guru mengizinkannya, asalkan Batarakala hanya mengincar Wong Sukerta atau orang sial, misalnya anak tunggal.
Tentu Upacara Ruwatan terdiri dari beberapa tahap, termasuk dengan siraman, mengadakan sesajen, pemotongan rambut, dan tirakat.
Upacara Padusan berasal dari kebiasaan Walisongo yang menyatukan budaya Hindu dengan budaya Islam. Padusan berasal dari kata adus, bahasa Jawa yang berarti mandi. Masyarakat biasa melakukan upacara ini ketika bulan Ramadhan tiba, bertujuan untuk membersihkan diri lahir dan batin, sehingga mereka dapat memasuki bulan Ramadhan dalam keadaan suci dan bersih.
Tradisi Padusan dilakukan beramai-ramai di satu mata air, karena itu mereka biasa berkumpul di tempat-tempat wisata pemandian. Tidak hanya di Jawa Tengah, tradisi ini juga dapat ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nyadran juga adalah upacara yang berkaitan dengan bulan Ramadhan. Saat menyambut Ramadhan tiba, masyarakat berkumpul untuk membaca doa-doa, kemudian makan bersama-sama di sebuah tempat yang memanjang.
Upacara Nyadran sebetulnya adalah tradisi agama Hindu dan Buddha, yang kemudian diadopsi menjadi budaya Walisongo. Dalam sejarahnya, mereka sedang berupaya agar bacaan-bacaan Al Quran dapat diterima oleh masyarakat di Jawa Tengah, yang kala itu masih kental dengan ajaran Hindu dan Buddha saja.
Sebagai salah satu rangkaian menyambut bulan Ramadhan dalam tradisi Nyadran, masyarakat biasanya berkumpul untuk berziarah ke makam keluarga dan leluhur mereka. Berziarah tentu akan mengingatkan mereka pada kematian.
Shutterstock.com
Larung Sesaji merupakan salah satu upacara adat Jawa Tengah yang dengan mudah ditonton masyarakat setempat. Acaranya akan berlangsung meriah dan dipenuhi dengan hasil-hasil alam yang dihias sedemikian rupa, kemudian dilarungkan ke laut. Itu sebabnya Larung Sesaji juga dikenal dengan sebutan sedekah laut.
Upacara Larung Sesaji ini adalah bentuk rasa syukur terhadap Tuhan setelah selama ini mereka mendapatkan rezeki yang cukup dalam kehidupan serta senantiasa diberi penjagaan dan keselamatan.
Adapun sesajian yang dilarungkan ke laut biasanya adalah kepala kerbau atau sapi, jenang, berbagai macam buah-buahan, beragam bunga-bunga, hingga jajanan-jajanan pasar. Larung Sesaji pada awalnya dilakukan oleh umat Hindu Tengger, walau sekarang sudah menjadi sebuah akulturasi budaya.
Upacara adat di Jawa Tengah tidak hanya berkaitan dengan kehidupan, namun juga kematian. Mendak Kematian adalah salah satu upacara adat di Jawa Tengah yang dengan mudah dapat ditemukan pada masyarakat, apalagi di daerah-daerah yang masih kental adatnya.
Mendak Kematian sangat lekat hubungannya dengan adat agama Hindu dan Buddha. Tujuan dari upacara ini adalah memperingati satu tahun kematian seseorang.
Shutterstock.com
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan ketika seorang ibu hamil menginjak usia 7 bulan. Tujuan dari Tingkeban adalah mendoakan sang ibu dan bayi yang ia kandung agar lahir dengan lancar dan selamat.
Bagi beberapa masyarakat dengan adat yang masih kuat, Upacara Tingkeban tidak hanya dilakukan pada usia kandungan 7 bulan saja, tapi juga harus mencari hari baik untuk melakukannya. Banyak masyarakat yang masih menjalankan Tingkeban meski tidak seluruh rangkaiannya sesuai dengan adat.
Jika menyesuaikan dengan adat aslinya, upacara Tingkeban ini diawali oleh sang ibu yang melakukan siraman, yang bertujuan untuk membersihkan lahir dan batinnya. Langkah berikutnya cukup panjang, hingga akhirnya upacara ini berakhir dengan sang ibu mengganti pakaian dengan kain yang memiliki 7 motif berbeda, lalu meminum jamu sorongan yang terbuat dari beberapa rempah seperti kunyit dan beras kencur.
Shutterstock.com
Satu lagi upacara adat Jawa Tengah yang berkaitan dengan kematian adalah Brobosan yang berarti menerobos. Dalam upacara ini, seseorang berjalan sebanyak tiga kali di bawah peti jenazah yang sedang diangkat tinggi, dimulai dari sebelah kanan, ke kiri, ke depan, dan kembali ke sebelah kanan.
Tujuan dari upacara Brobosan adalah sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, serta leluhur lainnya yang sudah mendahului mereka. Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk menghapus kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan.
Masyarakat juga percaya bahwa umur panjang dari orang yang meninggal akan ‘menular’ pada keluarganya. Itu sebabnya upacara ini hanya dilakukan pada orang yang meninggal di usia tua, bukan pada jenazah anak atau remaja.
Foto: id.wikipedia.org
Tedak Siten merupakan bahasa Jawa yang berarti kaki (tedak) dan tanah (siten). Tedak Siten sendiri merupakan upacara adat Jawa Tengah yang dilakukan pada anak, ketika anak menginjak usia tujuh atau delapan bulan. Terdapat rangkaian cukup panjang pada upacara Tedak Siten, yaitu sebanyak 7 rangkaian, dimana masing-masing rangkaiannya memiliki makna tersendiri.
Secara keseluruhan, makna upacara Tedak Siten cukup dalam. Upacara ini menggambarkan perjalanan anak, sesuai dengan rangkaian-rangkaiannya. Pada tahap pertama, anak dituntun oleh orang tuanya untuk berjalan di atas tujuh jadah, menggambarkan anak mengawali perjalanannya di dunia dengan dibimbing oleh kedua orang tuanya.
Seiring dengan waktu, anak akan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan, dengan dibekali doa dan harapan oleh orang tuanya, termasuk doa mendapatkan rezeki yang berlimpah semasa hidupnya, harapan bahwa anak akan membawa nama baik keluarga hingga akhir hayatnya, dan doa agar ia memiliki kehidupan yang baik, sebagaimana digambarkan di tahap terakhir dari upacara Tedak Siten, yaitu ketika anak diberi pakaian yang bagus.
Mempelajari upacara adat, termasuk upacara-upacara adat Jawa Tengah, adalah salah satu cara mengenal kebudayaan Indonesia dengan lebih dalam. Beberapa upacara adat di atas dapat ditonton langsung ketika kamu berada di Jawa Tengah. Upacara adat Jawa Tengah mana yang sudah pernah kamu tonton atau bahkan kamu ikuti langsung?
Upacara adat tersebut mungkin dapat kamu temui pada saat hari besar di salah satu kota besar di Jawa Tengah, misalnya di Solo. Jika kamu ingin menyaksikan salah satunya, datanglah saat momen upacara adat tersebut tiba. Yuk, pesan pilihan hotel dan transportasi terbaik di Traveloka.
Penginapan dan Hotel di Solo
Cari Hotel dengan prom...
Lihat Harga