10 Tradisi Bali Paling Populer yang Penuh Makna, Masih Dilestarikan!

Mas Bellboy
14 Jul 2024 - 4 min read

Ada berbagai hal yang menarik dari Pulau Bali selain wisata, salah satunya adalah tradisi Bali. Hal itu membuat wisatawan tertarik untuk berkunjung dan menjelajah di pulau ini. Tradisi yang banyak dilakukan tak lepas dari mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu.

Tradisi Bali ngaben

Source: Shutterstock

Sebab di dalam peribadatan umat Hindu sendiri ada berbagai upacara yang harus diselenggarakan. Maka dari itu, kamu bisa melihat tradisi di bawah ini selain berkunjung ke tempat wisata saat berencana berlibur ke Bali.

Macam-Macam Tradisi Bali Paling Populer

1. Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan menjadi salah satu hari besar agama Hindu yang menjadi tradisi hingga saat ini. Dalam perayaannya, mereka memasang banyak penjor sebagai hiasan di tepi jalan. Perayaan Hari Raya Galungan sendiri dilakukan setiap 6 bulan sekali. Makna perayaan ini adalah sebagai bentuk syukur atas kemenangan Dharma melawan Adharma.

Maka dari itu, para umat Hindu di Bali saat momentum ini akan melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dan Dewa Bhatara. Rangkaian acaranya terdiri dari Tumpek Wariga, Sugihan Jawa, Sugihan Bali, Hari Penyekeban, Hari Penyajan, Hari Penampahan, sampai pada Hari Raya Galungan.

2. Melasti

Upacara melasit yang dilakukan di pantai

Source: Pemerintah Kabupaten Buleleng

Selanjutnya, Melasti merupakan ritual ibadah untuk menyambut hari raya Nyepi. Sebelum merayakan hari raya Nyepi, para umat Hindu melaksanakan upacara Melasti yang merupakan ritual penyucian diri. Ritual tersebut dilaksanakan di pura yang dekat dengan sumber air kehidupan, seperti laut, danau, maupun sungai.

Sebelumnya, para umat Hindu terlebih dulu melaksanakan sembahyang yang dipimpin oleh Romo dan Pinandita. Mereka akan memimpin doa dan membacakan kitab untuk seluruh umat Hindu. Makna dari tradisi ini adalah untuk menghanyutkan segala kotoran atau dosa dalam diri manusia menggunakan air suci.

3. Upacara Ngaben

Tradisi yang selanjutnya ini sudah banyak diketahui oleh masyarakat luar Bali. Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah di Bali yang dilakukan sebelum mengantarkan orang meninggal ke peristirahatan terakhirnya. Upacara ini sendiri memiliki beberapa tipe upacara, di antaranya adalah Mitrayadnaya, Pranawa, dan Swasta. Tujuannya adalah untuk mengembalikan roh yang sudah meninggal ke alam asalnya dengan lebih cepat daripada menguburkan biasa di dalam tanah.

4. Upacara Mekare-Kare

Disebut juga sebagai Perang Pandan, Upacara Makare-Kare dilakukan setiap tahunnya di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra dan juga para leluhur. Disebut dengan Perang Pandan sebab tradisi ini menggunakan senjata pandan berduri sebagai propertinya.

Kemudian, pandan berduri tersebut dipotong dengan ukuran yang sama lalu diikat seperti sebuah gada atau senjata perang. Tradisi akan dimulai dengan upacara memohon keselamatan, lalu kedua peserta akan saling menyerang dengan diiringi tabuhan gamelan.

5. Pengerupukan

Dilaksanakan sehari sebelum Nyepi, tradisi Pengerupukan bertujuan untuk mengusir Bhuta Kala yang merupakan simbol kejahatan. Tradisi ini dilakukan dengan menyebar nasi tawur, lalu menyebarkan asap obor ke rumah dan pekarangan serta memukul benda yang menghasilkan bunyi gaduh. Tradisi ini biasanya juga dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh sebagai perwujudan Buta Kala.

6. Upacara Metatah

Upacara motong gigi matatah

Dalam kepercayaan Hindu, manusia sepanjang hidupnya memiliki upacara peringatan telah berakhir atau dimulainya tahapan dalam hidup. Mulai dari saat bayi lahir, 3 bulan, 6 bulan, hingga saat sudah beranjak dewasa dan kematian menjemput.

Upacara Metatah atau Mepandes ini termasuk dalam Manusa Yadnya yang dilakukan saat seseorang beranjak dewasa. Dalam Upacara Metatah, potong gigi dilakukan dengan mengikir kedua gigi taring dan empat gigi seri rahang atas. Ritual ini wajib dilakukan bagi mereka yang belum memasuki perkawinan.

7. Upacara Saraswati

Kemudian, Upacara Saraswati yang diperingati setiap 6 bulan sekali penting dilakukan khususnya untuk para siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan. Sebab, umat Hindu mempercayai bahwa Saraswati merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan yang menurunkan ilmu pengetahuan bagi manusia.

Untuk melakukan pendekatan secara utuh, perlu proses belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Pada hari Saraswati, para siswa sekolah di pagi hari akan disibukkan dengan upacara sembahyang di sekolah masing-masing. Kemudian, mereka akan berlanjut untuk sembahyang ke pura lainnya . Sementara itu, pustaka, lontar, buku, hingga alat tulis dibersihkan dan dikumpulkan di suatu tempat untuk diupacarai pula.

8. Omed-omedan

Omed-omedan menjadi tradisi yang dilakukan oleh anak-anak muda di Bali yang dilaksanakan pada saat Ngembak Geni atau hari pertama setelah perayaan Hari Raya Nyepi. Omed-omedan sendiri dalam bahasa Indonesia artinya adalah tarik menarik.

Para anak muda saling berpelukan dan tarik menarik bergantian antara dua kelompok. Mereka yang melakukan tradisi ini adalah yang berusia antara 17 sampai 30 tahun. Tradisi ini dilakukan untuk perwujudan masima krama atau dharma shanti yang artinya menjalin silaturahmi antarwarga.

9. Mekotek

Berasal dari kata tek-tek yang merupakan bunyi kayu yang beradu, Mekotek merupakan tradisi umat Hindu Bali yang dilakukan secara turun-menurun di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Tradisi ini dilakukan sebagai simbol kemenangan dan juga sebagai upaya menolak bala.

Upacara Mekotek dilakukan tepat di saat Hari Raya Kuningan. Peserta berkumpul di Pura Dalem untuk melaksanakan persembahyangan. Selesai sembahyang, mereka akan berkumpul untuk melakukan pawai. Di setiap pertigaan yang terlewati, masing-masing kelompok akan membuat bentuk segitiga dengan menggabungkan kayu yang membentuk kerucut. Mereka kemudian akan berputar dan berjingkrak dengan iringan gamelan.

10. Gebug Ende Seraya

Di Desa Seraya, Kabupaten Karangasem, Bali, ada sebuah tradisi unik bernama Gebug Ende Seraya. Tradisi ini merupakan perang rotan yang sudah dilakukan turun-temurun dan masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi Gebug Ende Seraya dilakukan pada sekitar bulan Oktober-November menjelang musim tanam dengan tujuan untuk memohon hujan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Perang rotan sendiri dilakukan di tempat umum dan mengundang lawan dari desa sekitarnya. Keberadaan Tradisi Gebug Ende sudah ada sejak zaman Kerajaan Karangasem. Sebelum dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah persembahyangan dengan berbagai sesaji. Kemudian, dua orang laki-laki akan mengadu ketangkasan dengan cara saling serang. Selama permainan, akan ada suara rotan yang disambut oleh warga desa. Dalam permainan Gebug Ende sendiri ada aturan dan juga larangan yang harus dipatuhi oleh para peserta.

Demikian tradisi Bali yang hingga kini masih terus dilestarikan. Masing-masing tradisi yang diselenggarakan bukan hanya sekadar penyelenggaraan saja, tapi memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Jika kamu ingin mengetahui lebih jauh tentang tradisi Bali, maka rencanakan perjalananmu mulai sekarang.

Kamu bisa memesan tiket pesawat, hotel dan penginapan, serta membeli tiket wisata langsung dengan Traveloka. Ada berbagai penawaran menarik yang bisa kamu dapatkan jika terus memantau Traveloka App. Tunggu apalagi, segera ke Bali dan lihat tradisi Bali lebih dekat bersama Traveloka!

Hotel & Penginapan Terbaik di Bali

Temukan lebih banyak p...

Lihat Harga

Hotel
Tiket Pesawat
Things to Do
Selalu Tahu Kabar Terbaru
Dapatkan berbagai rekomendasi travel & gaya hidup serta info promo terkini dengan berlangganan newsletter kami.
Langganan