Mas Bellboy
14 Jul 2024 - 4 min read
Salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa adalah tradisi Nyadran. Khususnya di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Masyarakat menjalankan tradisi Nyadran untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Source: Shutterstock
Nyadran adalah tradisi yang lahir dari proses akulturasi antara budaya Jawa dan budaya Islam. Selain bertujuan untuk menghormati leluhur, Nyadran juga dilaksanakan setiap tahun untuk melestarikan tradisi tersebut secara turun-temurun. Prosesi dan waktu pelaksanaan Nyadran dapat bervariasi di setiap wilayah.
Apakah masyarakat di sekitarmu masih menerapkan tradisi yang satu ini? Atau bahkan masyarakat sudah jarang melakukan Nyadran? Kamu perlu memahami tradisi Nyadran agar tak hilang oleh modernisasi zaman. Traveloka punya ringkasannya di bawah untuk membantu kita semua dalam memahami tradisi Nyadran!
Istilah Nyadran berasal dari Bahasa Sanskerta dari kata "sraddha" yang berarti keyakinan. Tradisi ini awalnya merupakan bentuk kepercayaan masyarakat terhadap nenek moyang yang dikenal sebagai animisme.
Ketika Islam masuk ke Jawa melalui Wali Songo, tradisi ini tidak dihapus, tetapi malah digunakan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Seiring dengan masuknya Islam, tradisi sraddha mengalami perubahan. Sebelum Islam, sraddha dilakukan untuk memperoleh berkah.
Dalam perkembangannya, tradisi ini berubah menjadi wujud rasa syukur atas anugerah Allah SWT kepada warga. Setelah pengaruh Islam, istilah sraddha berubah menjadi nyadran. Jadi, nyadran merupakan hasil akulturasi antara budaya Jawa dan Islam.
Tradisi nyadran dikenal dengan berbagai nama di setiap wilayah. Di Jawa Tengah, seperti di Banyumas, tradisi ini disebut nyadran. Di Temanggung dan Boyolali, dikenal sebagai sadranan, sementara di Jawa Timur disebut manganan atau sedekah bumi.
Nyadran atau Sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada bulan Sya'ban atau Ruwah, di mana mereka secara bersama-sama mengucapkan rasa syukur dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur di suatu kelurahan atau desa.
Pelaksanaan tradisi Nyadran bertujuan untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia dan sebagai pengingat bagi diri sendiri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian. Selain itu, Nyadran juga berfungsi sebagai sarana untuk melestarikan budaya gotong royong dan menjaga keharmonisan masyarakat melalui kegiatan kembul bujono, yakni makan bersama.
Source: Menpan
Tradisi Nyadran telah berakar sejak zaman Hindu-Budha sebelum penyebaran Islam di Indonesia. Pada tahun 1284, tradisi serupa dengan Nyadran yang dikenal sebagai Sradha telah ada. Meskipun keduanya melibatkan pemberian sesaji dan penghormatan kepada arwah yang telah meninggal, Sradha awalnya hanya dilakukan untuk mengenang kepergian Raja.
Seiring berjalannya waktu, tradisi Sradha menjadi lebih merakyat dan mendapat pengaruh yang signifikan dari ajaran Islam. Pujian-pujian yang sebelumnya dilakukan dalam Sradha digantikan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, zikir, tahlil, dan doa.
Source: Kemenag
Mengutip dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Nyadran biasanya diselenggarakan satu bulan sebelum dimulainya puasa Ramadhan, yaitu pada tanggal 15, 20, dan 23 bulan Ruwah.
Sedangkan menurut laman Pemkot Surakarta, Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 di bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya'ban. Meskipun waktu pelaksanaannya berbeda-beda di setiap wilayah, secara umum Nyadran dilakukan pada bulan Ruwah sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.
Tradisi Nyadran terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan tergantung wilayah dan adat masyarakat setempat. Namun, pada umumnya, prosesi Nyadran terdiri dari:
Membersihkan makam leluhur secara gotong royong dari kotoran dan rerumputan.
Arak-arakan peserta Nyadran menuju ke tempat upacara adat dilaksanakan.
Menyampaikan maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh pemangku adat.
Kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh pemangku adat.
Prosesi makan bersama. Seluruh lapisan masyarakat yang hadir makan bersama dengan saling bersenda gurau untuk mengakrabkan diri. Makanan yang dibawa biasanya berupa hidangan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, perkedel, tempe, dan tahu bacem, serta hidangan lainnya.
Setelah masyarakat berkumpul dan membawa makanan masing-masing, hidangan diletakkan di depan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat guna memohon berkah. Kemudian dilakukan pertukaran makanan antara masyarakat yang hadir. Kembul Bujono menjadi bagian penutup acara di mana masyarakat saling bersenda gurau untuk mengakrabkan diri dan menandai akhir perayaan.
Nyadran menjadi ekspresi rasa gembira, bungah, dan syukur atas kehadiran Ramadhan. Oleh karena itu, Nyadran harus dilestarikan sebagai salah satu kearifan lokal.
Source: Menpan
Tradisi nyadran di setiap wilayah memiliki ciri khas yang berbeda-beda sesuai dengan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Secara umum, kegiatan nyadran meliputi:
Menjelang Ramadhan, masyarakat mengunjungi makam leluhur untuk membersihkan makam dan mendoakannya sebagai simbol bakti kepada orang yang telah meninggal.
Tradisi padusan ini umumnya dilakukan oleh umat Muslim, terutama di Pulau Jawa, biasanya sehari sebelum bulan puasa Ramadan dimulai.
Pada hari tersebut, orang-orang biasanya berbondong-bondong menuju tempat-tempat pemandian atau sumber air untuk mandi bersama-sama. Banyak yang meyakini bahwa padusan merupakan simbol dari penyucian diri atau membersihkan diri sehingga kita bisa memulai bulan puasa dengan jiwa dan tubuh yang bersih.
Selain membersihkan diri, masyarakat juga bekerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.
Kenduri merupakan perjamuan makan yang diadakan untuk memperingati suatu peristiwa atau meminta berkah, seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tradisi ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan masih dilestarikan oleh masyarakat pedesaan.
Dalam praktiknya, kenduri adalah acara berkumpul yang umumnya dihadiri oleh laki-laki, bertujuan untuk meminta kelancaran dalam segala hal yang diinginkan dari penyelenggara acara.
Kenduri biasanya dilakukan setelah waktu Isya dengan menyajikan nasi tumpeng dan besek (tempat makanan yang terbuat dari anyaman bambu bertutup segi empat) untuk tamu undangan. Acara ini berlangsung pada malam hari karena tradisionalnya bertujuan untuk mengumpulkan masyarakat pedesaan yang mayoritas memiliki waktu luang pada malam hari karena pekerjaan sebagai petani.
Saat ada acara kenduri, para wanita akan menyiapkan keperluan masak di rumah tuan rumah,dalam kegiatan yang disebut rewang atau pertolongan. Di sini, para wanita bisa saling berinteraksi, bercanda, dan mengobrol tanpa gangguan dari pihak lainnya.
Itu dia penjelasan tradisi Nyadran yang bahkan masih lestari dilakukan oleh masyarakat, khususnya masyarakat di Pulau Jawa.
Kamu bisa melihat secara langsung tradisi Nyadran ini dengan mengunjungi beberapa kota di Pulau Jawa, seperti kota-kota di Provinsi Jawa Tengah atau Jawa Timur dengan Traveloka.
Di Traveloka, kamu bisa memesan tiket kereta api dan bisa memilih tanggal serta tempat dudukmu sendiri. Kamu juga dapat memilih hotel atau penginapan yang sesuai dengan budget atau keinginanmu. Kunjungi juga atraksi dan aktivitas seru di kota tujuanmu agar liburanmu semakin berkesan!
Cari Hotel dengan promo Traveloka