Masyarakat Sunda memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai berwujud tradisi Sunda. Tradisi tersebut diwariskan turun-temurun untuk mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur masyarakatnya.
Source: Shutterstock
Jadi mempelajari tradisi Sunda bukan hanya tentang mengenal sejarah dan asal-usulnya, tetapi juga memahami filosofi dan makna yang terkandung di baliknya. Hal itu juga menjadi bukti kekayaan budaya Indonesia yang beragam. Artikel ini akan mengajakmu untuk mengetahui lebih dalam keindahan tradisi Sunda. Simak baik-baik, ya!
Botram sebenarnya merupakan tradisi makan bersama di Sunda. Berbeda dengan bancakan, dalam tradisi botram masing-masing orang membawa makanan dari rumahnya sendiri. Setelah itu, mereka kemudian mempersilakan anggota masyarakat lainnya untuk mencicipi dan bertukar makanan.
Keunikan dari tradisi botram adalah karena makanan yang dibawa tersebut akan disusun di atas pelepah daun pisang kemudian digelar di lantai sebelum disantap bersama. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini kemudian bergeser dengan menggunakan alas kertas nasi ataupun piring.
Source: Kemendikbud
Tradisi yang selanjutnya ini berupa upacara adat pasca panen yang dilakukan sebagai wujud rasa syukur, khususnya untuk para petani. Dalam upacara tersebut juga akan digelar doa agar hasil panen tahun selanjutnya bisa meningkat. Upacara dimulai dari penetapan tanggal yang dinamakan ritual Neteupken yang dihadiri oleh para pemuka adat dan tetua kampung.
Kemudian, mereka akan menyampaikan kepada para leluhur sebelum prosesi benar-benar dilaksanakan. Adapun ritual yang dilakukan pada saat upacara dimulai dari damar sewn, kemudian dilanjutkan dengan pesta dadung, rayagung, dan puncaknya yakni persembahan kesenian dan hasil bumi.
Baca juga: Mencicipi Ragam Cita Rasa Kuliner Khas Sunda
Di Kabupaten Karawang terdapat sebuah tradisi yang dilakukan pada saat masa panen bernama Nyalin. Tradisi ini dilakukan untuk mempersiapkan masa tanam selanjutnya. Seperti namanya, masyarakat Suku Sunda di Karawang akan memotong beberapa bagian padi yang baik dan menyimpannya.
Mereka akan menyimpan padi tersebut dalam Leuit atau lumbung padi untuk ditanam di masa tanam yang akan datang. Tujuannya adalah untuk meminta izin kepada Tuhan dan meminta rezeki di tanaman padi tersebut.
Tradisi Tembuni adalah tradisi masyarakat Sunda yang berkaitan dengan kelahiran bayi. Tembuni sendiri mengacu pada plasenta bayi, yang dalam bahasa Sunda disebut ari-ari. Menurut kepercayaan masyarakat Sunda, tembuni dianggap sebagai saudara bayi.
Ini berbeda dengan pandangan medis pada umumnya. Oleh karena itu, tembuni tidak bisa dibuang sembarangan, melainkan harus diperlakukan dengan cara khusus.Mereka akan membungkus tembuni dengan kain, mendoakannya agar kelak sama-sama hidup bahagia, dan menguburnya di tempat yang dianggap baik atau dihanyutkan ke sungai.
Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam, khususnya Sunda, yang dilakukan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Secara harfiah, kata "Munggahan" berasal dari bahasa Sunda, yaitu "munggah" yang artinya berjalan naik atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari.
Mereka memaknainya sebagai persiapan spiritual dan mental untuk memasuki bulan puasa. Adapun kegiatan yang dilakukan pada saat Munggahan antara lain adalah makan bersama, silaturahmi, doa bersama, ziarah, dan kegiatan amal.
Hajat Laut dalam masyarakat Sunda adalah tradisi yang digelar untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan hasil laut. Bisa juga diartikan sebagai pesta laut atau syukuran nelayan. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai, khususnya di wilayah selatan Jawa Barat.
Mereka mengadakannya setiap tahun pada waktu tertentu dengan melakukan beberapa prosesi upacara. Prosesi tersebut antara lain adalah sedekah laut yang berupa sesajen, doa bersama untuk keselamatan para nelayan, hiburan, dan terakhir makan bersama-sama.
Tradisi yang selanjutnya ini juga dilakukan oleh para masyarakat Isla Sunda, khususnya di wilayah Cimenyan, Bandung, Sukabumi, dan Banten. Wujudnya adalah memukul bedug di masjid di waktu tertentu, misalnya saat menjelang dan selama bulan Ramadan sampai Idulfitri.
Bunyi bedug yang ditabuh dengan pola tertentu bertujuan sebagai seruan untuk melaksanakan sholat tarawih, sahur, atau kegiatan ibadah lainnya di masjid. Tidak hanya sekadar memukul bedug, namun Ngadulag memiliki pola tabuhan yang bervariasi tergantung pada fungsinya. Biasanya tradisi Ngadulag dilakukan oleh para pemuda masjid setempat.
Nenjrag Bumi juga merupakan ritual untuk bayi, yakni ritual perkenalan bayi kepada alam semesta. Tradisi tersebut juga termasuk dalam rangkaian upacara adat setelah kelahiran bayi. Ada beberapa cara ritual Nenjrag Bumi. Pertama, mereka meletakkan bayi di pelupuh, alas yang terbuat dari bambu yang dibelah.
Sementara itu, ibunya menghentakkan kakinya ke pelupuh tersebut sebanyak tujuh kali. Cara lainnya adalah dengan memukulkan alu di dekat bayi. Alu sendiri merupakan alat untuk menumbuk padi. Memukulkan alu dalam tradisi ini juga harus dilakukan sebanyak tujuh kali.
Menjelang hari raya Idul Fitri, masyarakat Sunda memiliki ritual lainnya bernama Nganteuran. Tradisi ini dipraktikkan dengan cara saling bertukar makanan khas lebaran antar tetangga. Kegiatan dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah tetangga secara bergantian dengan membawa rantang. Rantang tersebut berisi berbagai makanan khas lebaran, seperti ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang, maupun aneka kue kering.
Makanan yang dibagikan itu tidak harus sama persis satu sama lain. Bukan sekadar tukar menukar makanan saja, tradisi ini juga bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan juga saling berbagi syukur. Sayangnya, kini Nganteuran sudah mulai berkurang seiring terjadinya modernisasi, apalagi di wilayah perkotaan.
Source: Pemerintah Kota Subang
Sisingaan adalah seni pertunjukan rakyat yang berasal dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kesenian ini memadukan berbagai unsur seni seperti seni rupa, tari, dan musik, menjadi sebuah pertunjukan yang menarik dan penuh semangat. Asal usul Sisingaan masih belum diketahui secara pasti.
Ada yang berpendapat bahwa Sisingaan merupakan bentuk perlawanan masyarakat Subang terhadap penjajah Belanda, dengan patung singa sebagai simbol kekuatan penjajah. Namun, ada pula yang beranggapan bahwa Sisingaan terkait dengan ritual masyarakat setempat untuk mendapatkan hasil pertanian yang melimpah.
Pertunjukan yang ditampilkan dalam Sisingan menampilkan dua sampai empat boneka singa yang diusung. Badan singa kayu dihiasi kain, bulu domba, dan ornamen, melambangkan kekuatan dan kewaspadaan. Bajing dan Dayang Sisingaan menari dengan anggun, diiringi penabuh gamelan yang melantunkan musik tradisional Sunda penuh energi. Mereka akan terus mengelilingi kampung sampai tiba di tempat semula.
Tradisi Sunda di atas telah mewarnai kehidupan masyarakat selama berabad-abad. Semua itu bukan hanya tentang ritual dan adat istiadat, tetapi juga tentang nilai-nilai luhur, kearifan lokal, dan identitas budaya. Jika tertarik untuk mengetahui tradisi Sunda lebih jauh, berkunjunglah ke sana dan lihat langsung bagaimana masyarakat menyatu dengan tradisinya.
Kamu bisa menjadwalkan liburan ke Tanah Sunda dengan lebih praktis dengan Traveloka. Mulai dari tiket pesawat, akomodasi hotel, sampai dengan pembelian tiket masuk bisa melalui Traveloka App. Kamu bisa melihat berbagai Tradisi Sunda yang menarik bersama dengan Traveloka!
Penginapan dan Hotel di Bandung
Cari Hotel dengan prom...
Lihat Harga